MISTERI SAPI BETINA
(Drs. H. Ahmad Fanani, M.H.)
Balikpapan | 04 Juli 2024
Dalam bahasa Arab sapi betina adalah baqaratun atau baqarah. Di belakang kata itu ada “ta marbuthah” yang menunjukkan mu’annats, perempuan. Sapi betina atau baqarah ternyata bukan sembarang hewan. Pada suatu zaman sapi betina pernah menjadi sarana untuk mengungkap misteri kejadian tragis. Tepatnya pada zaman Bani Israil terjadi pembunuhan yang tidak diketahui siapa pembunuhnya. Tidak seorangpun dari mereka yang mengetahui pelakunya. Mereka sepakat mendatangi Nabi Musa as., kemudian beliau menyuruh mereka menyembelih sapi betina.
Cerita ini termuat dalam Al-Qur’an dan karena ceritanya paling mendominasi dalam suatu surah sehingga atas petunjuk Nabi surah itu bernama surah Al-Baqarah. Lengkap ceritanya terdapat dalam kitab-kitab tafsir atau kitab yang membahas topik tertentu berkaitan unsur cerita ini. Syekh Ahmad bin Syekh Al-Fasyani dalam kitab Al-Majalisus Saniyyah, ketika menjelaskan suatu hadist tentang perintah dan larangan agar umat memperhatikannya. Beliau kemudian mengemukakan karakter Bani Israil yang cerewet ketika menerima perintah Allah agar menyembelih sapi betina.
Pada zaman Bani Israil terdapat seorang lelaki yang sangat kaya raya, lelaki ini tidak ada calon pewarisnya kecuali seorang sepupu lelaki yang lagi miskin papa. Sepupu ini sangat mengharapkan kematian lelaki kaya itu agar segera bisa mewarisi hartanya, tetapi kematian tidak juga kunjung datang. Mempercepat kematian lelaki itu, sepupu mengambil jalan pintas dan membunuhnya. Jenazah itu dia buang ke suatu kampung yang sepi dan ketika terdengar berita ada pembunuhan, sepupu ini bersandiwara dan menuntut balas terhadap orang kampung atas kematian saudaranya.
Tidak ada di antara mereka yang mengetahui pelakunya dan terjadi saling menuduh di antara mereka. Mereka kemudian sepakat mendatangi Nabi Musa agar beliau berdo’a meminta petunjuk kepada Allah agar terungkap misteri pembunuhan ini. Nabi Musa memerintahkan mereka supaya menyembelih sekor sapi betina. Perintah Nabi Musa membingungkan seakan memperolok, mereka tidak mengerti hubungan pembunuhan dangan penyembelihan sapi. Nabi Musa mampu meyakinkan mereka bahwa perintah menyembelih sapi betina adalah perintah Allah.
Mereka bertanya secara detail tentang sifat, jenis dan bentuk sapi yang akan mereka sembelih, akibatnya pertanyaan itu menyusahkan mereka sendiri. Mereka bertanya tentang kondisi sapi, atas petunjuk Allah Musa mengatakan, sapi betina itu tidak tua dan tidak juga muda. Bertanya lagi mereka mengenai warna sapi, kata Nabi Musa warnanya kuning tua menyenangkan orang memandangnya. Masih belum jelas bertanya lagi tentang sifat sapi itu. Nabi Musa menjawab, sapi itu tidak pernah digunakan membajak tanah, tidak pula mengairi tanaman, sehat dan tanpa belang.
Kriteria sapi betina semacam itu langka dan bahkan misteri. Bisakah mereka menemukan sapi langka itu? Jawabannya ada pada rentetan cerita berikut ini. Tersebutlah zaman dahulu ada keluarga beriman dan shaleh. Ayah memiliki seorang bayi dan seekor anak sapi. Ayah membawa serta melepas anak sapi di hutan seraya berdo’a : “Ya Allah! Aku titipkan sapi ini kepada-Mu untuk anakku apabila kelak dia besar”. Tidak lama kemudian ayah itu meninggal dan sapi tetap berada di hutan. Apabila ada yang melihatnya, sapi pun pergi ke bagian dalam hutan lagi.
Anak kemudian tumbuh dewasa bersama ibunya. Selama ini anak selalu menunjukkan baktinya yang luar biasa kepada ibu. Dia membagi waktu malam menjadi tiga bagian. Sepertiga untuk beribadah, sepertiga untuk tidur dan sepertiga lagi khusus untuk duduk di dekat kepala ibunya. Apabila siang hari dia bekerja mencari kayu bakar dan dia jual ke pasar. Hasil penjualan kayu juga dia bagi tiga. Sebagian untuk dia bershadakah, sebagian untuk makan bersama ibu dan sebagian lagi dia serahkan kepada ibunya.
Suatu hari ibu berkata : “Almarhum ayahmu mewariskan untukmu seekor anak sapi yang beliau titipkan kepada Allah di suatu hutan. Carilah sapi itu ke hutan sana dan mohonlah kepada Allah berkat Nabi Ibrahim, Ismail dan Ishaq supaya Allah engembalikannya kepadamu. Ciri sapi itu berwarna kuning keemas-emasan”. Anak itu pergi ke hutan dan bertemu sapi sesuai ciri-ciri yang diberitahukan ibunya. Sesuai petunjuk, anak berdo’a dan akhirnya sapi mendekat hingga berada di hadapannya. Anak itu memegang leher sapi sehingga sapi itu mengikuti saja ke mana maunya anak.
Di tengah perjalanan, dengan izin Allah sapi bisa berbicara : “Wahai pemuda yang bakti kepada ibu. Tunggangilah aku biar kau lebih senang dan tidak lelah”. Pemuda itu menjawab : “Ibuku tidak memerintahkan seperti itu, dia hanya menyuruhku memegang lehermu”. Sapi berkata : “Demi Tuhannya Bani Israil, andai kau berbelot dari saran ibumu niscaya kau tidak bisa lagi menguasaiku selamanya. Hari ini, kalau engkau memerintah gunung supaya lepas dari bumi maka ia bersedia lepas dan mengikuti saja perintahmu sebab baktimu kepada ibumu”.
Pemuda dan sapi akhirnya sampai ke rumah tanpa kendala. Suatu ketika ibu berkata : “Anakku, engkau seorang miskin tidak memiliki harta. Berat bagimu siang bekerja mencari kayu bakar dan malam beribadah. Bawa sapi ini ke pasar dan jual saja biar bisa mengurangi beban hidup”. Anak bertanya : “Kita jual berapa Bu?” Kata ibu itu, harganya tiga dinar cuma ketika mau menjual kepada calon pembeli harus berunding dulu sama ibu. Harga pasaran sapi saat itu memang tiga dinar. Pemuda itu kemudian berangkat ke pasar sambil menuntun sapi yang mau mereka jual.
Allah ingin menguji bakti seorang anak kepada ibunya dan sekaligus ingin menunjukkan kekuasaan-Nya. Lalu Allah mengutus malaikat menyamar sebai pembeli. Berapa harga sapi ini mau kau jual hai anak muda?, tanya calon pembeli ini. Kata si pemuda :”Harganya tiga dinar, namun sebelum kita lakukan jual beli saya minta ridla ibuku dulu”. Malaikat itu berkata : “Saya akan beli dan bayar enam dinar, cuma syaratnya kamu jangan lapor dan minta restu ibu”. Kata si pemuda : “Walau anda bayar emas seberat sapi ini kalau tidak melalui restu ibu saya tidak akan menjualnya”.
Baik kata Malaikat, pulanglah kamu dan minta ridla ibumu dulu. Ibunya merestui seharga enam dirham. Sekembalinya pemuda itu ke pasar dan menceritakan bahwa ibunya sudah merestui harga sapi enam dinar. Kata Malaikat selanjutnya, karena hormatmu kepada ibunya, saya tidak jadi membeli enam dinar tetapi dua belas dinar. Pemuda itu tidak serta merta langsung mau menjual, tetapi dia harus minta ridla lagi sama ibunya. Penawaran harga bukan turun malah semakin naik. Pemuda sebelummenjual dia kembali lagi ke rumah untuk minta restu ibunya.
Ibunya berkata : “Wahai anakku, tahukah kamu bahwa yang berhubungan dengan kamu itu adalah Malaikat yang menyamar sebagai pembeli, dia utusan Allah untuk mengujimu. Apabila bertemu lagi tanyakan kepadanya apakah sapi ini perintahnya harus dijual atau tidak?”. Pemuda itu menyampaikan pesan ibunya, maka Malaikat menasihatkan agar dia dan ibunya menahan dulu penjualan sapi ini. Nanti Musa bin Imran bersama kaum Bani Israil yang tengah kebingunan akan membelinya untuk mengungkap kasus pembunuhan. Jangan dijual kecuali harganya emas seberat timbangan sapi itu.
Takdir Allah menentukan kaum Bani Israil membeli sapi betina milik pemuda tadi dengan bayaran emas seberat timbangan sapi itu. Setelah terjadi transaksi jual beli sapi itu mereka bawa ke kampung yang ada jenazah si kaya raya. Sapi betina itu mereka sembelih sesuai petunjuk Ilahi melalui Nabi Musa dan sebagian anggota tubuh sapi itu mereka pukulkan ke tubuh mayat. Dengan izin Allah jenazah itu hidup kembali dalam keadaan leher berdarah setengah terpotong. Jenazah itu menjelaskan bahwa pelaku pembunuhan dirinya adalah saudara sepupunya sendiri.
Begitu selesai jenazah hidup memberi penjelasan secara rinci dia kembali menjadi mayat untuk dikuburkan. Setelah terkuak kasus pembunuhan ini kaum Bani Israil merasa lega. Rencana saudara sepupu akan mewarisi semua harta si kaya raya menjadi zonk. Hilang hak kewarisannya karena berstatus sebagai pembunuh. Bahkan hukuman bagi pembunuh adalah harus dibunuh agar orang tidak gampang menglilangkan nyawa manusia lain. Sedangkan harta milik si kaya raya karena tidak ada satupun pewarisnya maka kembali ke baitul mal menjadi milik umat.
Cerita ini refleksi surah Al-Baqarah ayat 67-74. Banyak pelajaran berharga yang menjadi perhatian manusia dalam hidup dan kehidupan. Antara lain, sesuai pribahasa malu bertanya sesat di jalan tetapi terlalu bertanya rencana tidak akan jalan. Sebuah keluarga yang berlandaskan iman dan makrifatullah senantiasa mendapat petunjuk. Semiskin apapun seseorang selama masih berbakti kepada orang tua hidup tidak akan melarat dan selalu ada solusi kehidupan. Selicik apapun mempermainkan nyawa manusia dengan kebohongan, suatu saat kebohongan akan terkuak. “Semoga kita mampu memandang setiap peristiwa sebagai ibrah”.
(AF01/11/22BGL)